BAB I
PENDAHULUAN
I.I.
Latar Belakang
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah
sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka,
dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada
dalam kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu
jaringan hubungan- hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat
adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain).
Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup
bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Masyarakat (society) merupakan istilah yang digunakan untuk
menerangkan komuniti manusia yang tinggal bersama-sama. Boleh juga dikatakan
masyarakat itu merupakan jaringan perhubungan antara berbagai individu. Dari
segi perlaksaan, ia bermaksud sesuatu yang dibuat atau tidak dibuat oleh
kumpulan orang itu.Masyarakat merupakan subjek utama dalam pengkajian sains
sosial.Sehingga banyak sekali perbedaan-perbedaan yang kita temui tentang
masyarakat di suatu wilayah yang satu dengan yang lainnya Contoh: masyarakat
desa dengan kota yang memiliki ketergantungan yang berbeda sesuai dengan
kondisi dan struktur masyarakatnya tersebut,apalagi dilihat dari tingkat
kemajuan dan potensi SDM nya tentu sangat berbeda.
I.2 Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan Masyarakat ?
2.
Apa saja karakteristik Masyarakat Pedesaan ?
3.
Apa saja Fungsi dan Potensi Masyarakat Pedesaan ?
4.
Bagaiman Etika dan Budaya Masyarakat Desa ?
5.
Apa saja Perbedaan antara Masyarakat Desa dan Kota ?
6.
Bagaiman Hubungan antara Desa-Kota dan Hubungan Pedesaan-Perkotaan ?
7.
Apa saja Faktor-faktor yang mempengaruhi Masyarakat Desa menetap di Kota
?
I.3 Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian Masyarakat.
2.
Untuk
mengetahui Karakteristik Masyarakat Pedesaan.
3.
Untuk
mengetahui Fungsi dan Potensi Masyakat Pedesaan.
4.
Untk mengetahui
Etika dan Budaya Masyarakat Desa.
5.
Untuk
mengetahui Perbedaan antara Masyarakat Desa dan Kota.
6.
Untuk
mengetahui Hubungan antara Desa-Kota dan Hubungan Pedesaan-Perkotaan.
7.
Untuk
mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi Masyarakat Desa menetap di Kota.
BAB II
PEMBAHASAN
2.I.
Definisi Masyarakat
Dalam Bahasa Inggris disebut Society, asal katanya Socius
yang berarti “kawan”. Kata “Masyarakat” berasal dari bahasa Arab, yaitu Syiek,
artinya “bergaul”. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk–bentuk
akhiran hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai pribadi melainkan
oleh unsur–unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.
A.
Masyarakat Pedesaan (masyarakat tradisional)
a) Pengertian desa/pedesaan
Yang
dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartodikusuma mengemukakan sebagai
berikut: Desa adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu
masyarakat pemerintahan tersendiri.
Menurut Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan
goegrafi, sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat di tempat itu
(suatu daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan
daerah lain.
Sedang menurut Paul H. Landis: Desa adalah penduduknya
kurang dari 2.500
jiwa.
Dengan ciri ciri sebagai berikut:
a.Mempunyai
pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
b.Ada
pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan.
c.Cara
berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat
dipengaruhi
alam seperti: iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan
pekerjaan
yang bukan agraris adalah bersifat sambilan.
Dalam kamus sosiologi kata tradisional dari bahasa Inggris,Tradit ion artinya Adat istiadat dan
kepercayaan yang turun menurun dipelihara, dan ada beberapa pendapat yang
ditinjau dari berbagai segi bahwa, pengertian desa itu sendiri mengandung
kompleksitas yang saling berkaitan satu sama lain di antara unsur- unsurnya, yang
sebenarnya desa masih dianggap sebagai standar dan pemelihara sistem kehidupan
bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong menolong, keguyuban,
persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam berpakaian, adat istiadat,
kesenian kehidupan moral susila dan lain-lain yang mempunyai ciri yang jelas.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan pengertian desa
sebagai: kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari defenisi tersebut, sebetulnya desa merupakan bagian
vital bagi keberadaan bangsa Indonesia. Vital karena desa merupakan satuan
terkecil dari bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia. Selama ini
terbukti keragaman tersebut telah menjadi kekuatan penyokong bagi tegak dan
eksisnya bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak bisa
ditawar dan tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara menyeluruh.
Memang hampir semua kebijakan pemerintah yang berkenaan
dengan pembangunan desa mengedepankan sederet tujuan mulia, seperti
mengentaskan rakyat miskin, mengubah wajah fisik desa, meningkatkan pendapatan
dan taraf hidup masyarakat, memberikan layanan social desa, hingga
memperdayakan masyarakat dan membuat pemerintahan desa lebih modern.
Karena pada kenyataannya desa sekedar dijadikan obyek
pembangunan, yang keuntungannya direguk oleh aktor yang melaksanakan
pembangunan di desa tersebut: bisa elite kabupaten, provinsi, bahkan pusat. Di
desa, pembangunan fisik menjadi indikator keberhasilan pembangunan. Karena itu,
Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang ada sejak tahun 2000 dan secara
teoritis memberi kesempatan pada desa untuk menentukan arah pembangunan dengan
menggunakan dana PPK, orientasi penggunaan dananya pun lebih untuk pembangunan
fisik. Menyimak realitas di atas, memang benar bahwa yang selama ini terjadi
sesungguhnya adalah “Pembangunan di desa” dan bukan pembangunan untuk, dari dan
oleh desa. Desa adalah unsur bagi tegak dan eksisnya sebuah bangsa (nation)
bernama Indonesia.
Kalaupun derap pembangunan merupakan sebuah program yang
diterapkan sampai kedesa-desa, alangkah baiknya jika menerapkan konsep:
”Membangun desa, menumbuhkan kota”. Konsep ini, meski sudah sering dilontarkan
oleh banyak kalangan, tetapi belum dituangkan ke dalam buku yang khusus dan
lengkap. Inilah tantangan yang harus segera dijawab.
b) Ciri-ciri Masyarakat desa
Dalam
buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi
“Talcot
Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional
(Gemeinschaft)
yang mengenal ciri-ciri sebagai berikut:
a.Afektifitas
ada
hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta, kesetiaan dan kemesraan.
Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong, menyatakan simpati
terhadap musibah yang diderita orang lain dan menolongnya tanpa pamrih.
b.Orientasi kolektifsifat ini merupakan konsekuensi dari
Afektifitas, yaitu
mereka
mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan diri, tidak suka akan orang
yang berbeda pendapat, intinya semua harus memperlihatkan keseragaman
persamaan.
c. Partikularisme
pada
dasarnya adalah semua hal yang ada hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk
suatu tempat atau daerah tertentu. Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan
sesungguhnya yang hanya berlaku untuk kelompok tertentu saja. (lawannya
Universalisme).
d. Askripsi
yaitu:
berhubungan
dengan mutu atau sifat khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang
tidak disengaja, tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan
atau keturunan. (lawanya prestasi).
e. Kekabaran(diffuseness)
Sesuatu
yang tidak jelas terutama dalam hubungan
antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa
menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan sesuatu. Dari uraian
tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada desa-desa yang masih
murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.
2.2 Karakteristik Masyarakat
Pedesaan
a) Memiliki hubungan
yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan
lainnya di luar batas-batas wilayahnya.
b) System kehidupan umumnya
berkelompok dengan dasar kekeluargaan (gemeinschaft atau paguyuban)
c) Sebagian besar warga
masyarakat hidup dari pertanian. Pekerjaan-pekerjaan yang bukan pertanian
merupakan pekerjaan sambilan (part time)
d) Masyarakat tersebut
homogen, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat-istiadat dan
sebagainya.
e) Masyarakat pedesaan
identic dengan istilah ‘gotong-royong’ yang merupakan kerja sama untuk mencapai
kepentingan-kepentingan mereka.
f) Kehidupan
keagamaan, sangat religius ( Religius trend)
g) Jalan pikiran orang
desa umumnya lebih praktis lebih mementingkan pada kekerabatan.
h) Perubahan – perubahan
sosial cenderung lebih lambat karena masyarakatnya tertutup terhadap pengaruh
luar.
Secara umum, dalam kehidupan masyarakat di Pedesaan
dapat kita lihat beberapa ciri kehidupan mereka, atau katakanlah beberapa
karakteristik yang mereka miliki. Yang ini terutama diperlihatkan oleh Roucek
dan Warren (1963:78) antara lain:
a) Mereka memiliki sifat yang
homogen dalam hal (mata pencaharian, nilai-nilai kebudayaan, serta dalam sikap
dan tingkah laku).
b) Kehidupan di desa lebih
menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi. Artinya semua anggota
keluarga turut bersama-sama terlibat dalam kegiatan pertanian ataupun mencari
nafkah guna memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga. Dan juga sangat ditentukan
oleh kelompok primer. Yakni dalam memecahkan suatu masalah, keluarga cukup
memainkan peranan dalam pengambilan keputusan final.
c) Factor geografis sangat
berpengaruh atas kehidupan yang ada (misalnya keterikatan anggota masyarakat
dengan tanahatau desa kelahirannya)
d) Hubungan sesame anggota
masyarakat lebih intim dan awet daripada di kota, serta jumlah anak yang ada
dalam keluarga inti lebih besar/banyak.
Apa yang oleh Roucek dan Warren kemukakan ini, tidak
berarti bahwa ciri-ciri tersebut ada atau berlaku di setiap desa. Akan tetapi
bisa saja salah satu atau beberapa ciri yang sudah tidak kelihatan, sebagai
akibat perkembangan masyarakat itu sendiri. Jadi dengan kata lain, ciri-ciri di
atas itu dikemukakan sebgai dasar pegangan kita dalam melihat atau mengamati
pelbagai aspek kehidupan masyarakat desa yang sedang dalam perubahan saat ini.
Kemudian ada hal lain yang dirasa cukup penting untuk
dikemukakan di sini, adalah mengenai apa yang disebut oleh Landis
(1948:123-131) sebagai “Psychological Traits of Farm People” yaitu
kecenderungan-kecenderungan psikologis atau keperibadian daripada orang-orang
desa. Kecenderungan –kecenderungan psikologis ini adalah:
a) Mereka memiliki sifat menentang
terhadap orang luar,selanjutnya memiliki sifat rendah diri yang sifat ini
sebagai akibat adanya kemiskinan yang dialami, atau dengan kata lain mempunyai
darjat kemakmuran yang rendah.
b) Adanya sikap otoriter dari orang tua
terhadap mereka yang lebih tua umurnya, sehingga akibatnya tidak ada kebebasan
untuk mengemukakan pendapat.
c) Ada kecenderungan bahwa yang
dipikirkan adalah dirinya atau lingkungannya sendiri (tidak mau tahu dengan
orang lain atau orang luar).
d) Ada sifat konservatisme, di mana
sifat ini muncul karena dilihat dari penghidupan pokok, adalah di bidang
pertanian dengan resiko alam yang terlalu besar. Tentang sifat ini, (Scott
1981:39) mengatakan “…petani penanam padi,selalu mendapati dirinya tergantung
kepada belas kasihan alam yang banyak ulahnya”.
e) Mereka sangat toleran dengan
nilai-nilai yang dimilikinya, dan sbaliknyain-toleran terhadap nilai-nilai yang
dimiliki oleh kelompok lain
f) Adanya sikap pasrah
(terserah pada yang Maha Kuasa) yang mana sangat berbeda dengan sifat
manipulasi.
g) Punya sifat udik/pedalaman,
dimana sifat ini sebagai akibat kurangnya kontak dengan dunia luar (kurangnya
sarang transportasi dan komunikasi dsb).
Beberapa kecenderungan psikologis yang dikemukakan di atas
secara umum itu, yang diangkat dari studi empirik, namun perlu diingat bahwa
tidak semua kecenderunganini ada setiap masyarakat desa. Sebab ini akan sangat
tergantung pada seberapa jauh tingkat perubahan (kemajuan) yang telah dicapai
oleh masyrakat desa tertentu. Jadi dengan kata lain bisa disebut bahwa ada
hubungan antara kecenderungan-kecenderungan psikologis orang desa dengan
tingkat kemajuan masyarakat yang telah dicapai.
Pengetahuan kita tentang kecenderungan-kecenderungan
psikologis semacam ini, akan mempunyai manfaat yang cukup besar, terutama dalam
melakukan pendekatan terhadap masyarakat desa dalam rangka memperkenalkan suatu
inovasi baru misalnya, atau memberi penyuluhan-penyuluhan pada mereka tentang
masalah-masalah yang bagi mereka dirasakan sebagai suatu kebutuhan yang penting
bagi kehidupannya, ataupun dalam rangka kegiatan-kegiatan penelitian ilmu-ilmu
social dan sebagainya.
Warga pedesaan, suatu masyarakat mempunyai hubungan
lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat
pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar system
kekeluargaan. Penduduk masyarakat pedesaan umumnya hidup dari pertanian.
Pekerjaan-pekerjaan disamping pertanian hanya pekerjaan sambilan saja karena
bila tiba masa panen atau masa menanam padi, pekerjaan-pekerjaan sambilan
segera ditinggalkan. Namun demikian, tidaklah berarti setiap orang memiliki
tanah.
Mengingat hal itu semuanya, dipulau jawa dipulau jawa dikenal adanya empat
macam kepemelikan tanah
a) System milik umum
atau milik communal dengan pemakaian beralih-alih
b) sistem milik communal
dengan pemakaian bergiliran
c) Sistem communal
dengan pemakain tetap
d) System milik individu
Pada umumnya, penduduk pedesaan di Indonesia apabila
ditinjau dari segi kehidupan, sangat terikat dan sangat tergantung dari tanah
(earth-bond). Karena sama-sama tergantung pada tanah, kepentingan pokok juga
sama sehingga mereka akan bekerja sama untuk mencapai kepentingan
kepentingannya. Misalnya pada saat musim menanam tiba, mereka akan bersama-sama
mengerjakannya. Hal itu dilakukan karena biasanya satu keluarga saja tidak akan
cukup memiliki tenaga kerja untuk mengerjakan tanahnya. Sebagai akibat
kerjasama ini, timbullah lembaga kemasyarakatan yang dikenal dengan nama gotong
royonh, yang bukan merupakan lembaga yang sengaja dibuat. Pada masyarakat2
pedesaan tidak akan dijumpai pembagian kerja berdasarkan keahlian, tetapi
biasanya pembagian kerja didasarkan pada usia, mengingat kemampuan fisik
masinbg-masing dan juga atas dasar pembedaan kelamin.
Cara bertani sangat tradisional dan tidak efisien
karena belum dikenalnya mekanisasi dalam pertanian. Biasanya mereka bertani
semata-mata untuk mencapau kehidupannya sendiri dan tidak untuk dijual. Cara
bertani yang demikian lazim dinamakan subsistence farming. Mereka puas apabila
kebutuhan keluarga telah terpenuhi.
Golongan orag-orang tua pada masyarakat pedesaan
umumnbya memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat pada
mereka apabila ada kesulitan-kesulitanyang dihadapai. Kesukarannya adalah
golongan-golongan orang-orang tua itu mempunyai pandangan yang didasarkan pada
tradisi yang kuat sehingga sukar untuk mengadakan perubahan-perubahan yang
nyata. Pengendalian social masyarakat terasa sangat kuat sehingga perkembangan
jiwa individu sangat sukar untuk dilaksanakan. Itulah sebabnya mengapa sulit
sekali mengubah jalan pikiran yang social kea rah jalan pikiran yang ekonomis,
yang juga disebabkan karena kurangnya lat-alat komunikasi. Alat komunikasi yang
berkembang adalah desas-desus yang iasanya bersifat negative. Sebagai akibat
dari system komunikasi yang sederhana tersebut, hubungan antara sesorang dengan
orang lain dapat diatur dengan saksama. Rasa persatuan erat sekali yang
kemudian menimbulkan saling mengenal dan saling menolong yang akrab.
Apabila ditinjau dari sudut pemerintahan, hubungan
antara penguasa dan rakyat berlangsung tidak resmi.Segala sesuatu dijalankan
atas dasar musyarwarah. Disamping itu, karena tidak adanya pembaguan kerja yang
tegas, seorang penguasa sekaligus mempunyai beberapa kedudukan dan peranan yang
sama sekali tidak dapat dipisah-pisahkan atau paling tidak sukar untuk
dibeda-bedakan. Apalagi di desa yang terpencil sukar sekali membedakan
kedudukan dengan peranan seorang kepala desa sebagai orang tua yang nasehatnya
patut.dijadikan pegangan, sebagai seorang pemimpin unpacara adat dan lain
sebagainya. Singkatnya, segala sesuatu disentralisasikan pada diri kepala desa
tersebut.
Adapun keistimewaan-keistimewaan masyarakat pedesaan
menurut SAJOGYO dan PUDJIWATI SAJOGYO dalam bukunya SOSIOLOGI PEDESAAN jilid 2
yaitu ;
1.
Sifat mengikat dan komunikasi
tradisional
Jaringan-jaringan tradisional tidak hanya membawa
pesan-pesan informasi yang paling berat di desa, tetapi di samping itu
jaringan-jaringan ini sangat di karuniai dengan suatu rasa kewajiban-kewajiban
timbal balik dan mengikat. Selain itu pula, komunikasi masyarakat pedesaan
dikatakan masih tradisional karena komunikasinya pun lebih dekat dan cenderung
face to face.
2.
Sifat-sifat para pemimpin terkemuka
Suatu analisa mengenai sifat-sifat latar belakang
sosial dari para pemimpin terkemuka mengungkapkan bahwa ada beberapa sifat:
- Para pemimpin terkemuka cenderung berusia 40
tahun atau lebih.
- Mereka merupakan pemegang kunci dalam hubungan masyarakat
di desa dengan dunia luar dan fungsi ini dipantulkan dalam hubungan mereka
secara sistematis lebih tinggi pada media massa.
- Mereka lebih kaya ( tetapi tidak pernah
menampakkan kekayaannya ) daripada orang-orang yang mempunyai pengikut
lebih sedikit.
- Berbagai kegiatan pertisipasi masyarakat
Kegiatan-kegiatan partisipasi masyarakat yang tumbuh
dari bawah sebagai inisiatif dan kreasi yang lahir dari rasa kesadaran dan
tanggung-jawab masyarakat mutlak perlu, sesuai dengan hakekat pembangunan desa yang
pada prinsipnya dilakukan oleh masyarakat sendiri, dari dan untuk masyarakat
dengan pengarahan, bimbingan pembinaan, bantuan dan pengawasan dan
pemerintahan.
Arti pembangunan dalam kerangka partisipasi masyarakat
ialah membangun manusia-manusia agar memiliki kepribadian. Dengan perpaduan
antara berbagai kegiatan pemerintahan dan kegiatan partisipasi masyarakat dalam
suatu mekanisme yang baik niscaya pembangunan desa akan dapat berhasil dalam
rangka mempercepat proses pencapaian desa yang baik.
2.
Ada unit daerah kerja pembangunan (
UDKP )
Unit daerah kerja pembangunan ( UDKP ) adalah satu
sistem perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, serta evaluasi pelaksanaan
pembangunan wilayah yang menyeluruh dan terpadu pada tingkat kecamatan.
Tugas pokoknya yakni: memadukan keseluruhan kegiatan
partisipasi masyarakat untuk mewujudkan suatu pembangunan desa yang menyeluruh,
terpadu dan terkoordinasi.
Dengan penghasilan yang maih rendah seperti nelayan,
pengrajin, petani dengan tanah sempit, petani penggarap, petani yang tak
bertanah, pedagang kecil dan sebagainya.
Selain itu, ada beberapa masalah lain diantaranya :
- Dari segi keadaan masyarakatnya
- Masih ada
daerah-daerah pedesaan yang mengalami kekurangan pangan, kekurangan gizi,
khsusnya anak-anak balita.
- Masih banyak desa-desa yang berpenduduk jarang
dan berpencar.
- Keadaan tingkat kesehatan masyarakat yang masih
rendah, mliputi juga perumahan, penyedian air, penerangan yang belum
selayaknya.
- Adanya
pemuda putus sekolah dan adanya kelompok pengangguran di sebabkan tidak
memiliki keterampilan untuk mengolah potensi yang ada di desanya kemudian
meninggalkan desa untuk mencari nafkah d kota, sehingga di beberapa daerah
terasa adanya kekurangan tenaga kerja.
2.
Dari segi pemerintah desanya
- struktur
serta aparatur pemerintahan desa termasuk lembaga penyalur pendapat
masyarakat yang belum berfungsi sebagaimana mestinya.
- Pola
penggunaan pemilikan serta penguasaan tanah yang belum mencerminkan
jaminan pemerataan pendapatan.
- Belum
mantapnya koordinas pelayanan pemerintahan yang dilaksanakan oleh berbagai
unsur aparatur vertikal dan daerah.
3.
Dari segi geografisnya
- Desa-desa
di pulau jawa dan bali pada umumnya berpenduduk padat, struktur
pemerintahan desa relatif mantap sekalipun aparaturnya masih perlu di
tingkatkan : keadaan prasarana relatif lebih baik. Pertambahan penduduk
yang terus menerus, sedangkan perluasan areal pertanan tidak memungkinkan
telah menimbulkan gejala kemerosotan lingkungan hidup. Usaha peningkatan
tekhnologi pertanian serta menumbuhkan industri kecil dan rumah tangga
erta usaha pemasaran angat diperlukan untuk menyerap tenaga kerja yang
berlebihan dari sektor pertanian.
- Di desa-desa di luar jawa dan bali, umumnya
berpenduduk jarang, struktur pemerintahan desa dan aparaturnya maih perlu
ditingkatkan. Pola pemukiman terpencar-pencar dan keadaan prasarana masih
belum memadai. Di daerah ini masih terdapat kelompok penduduk yang hidup
dari bercocok tanam dengan berpindah-pindah sehingga dapat merusak
lingkungan hidup.
Potensi desa merupakan kemampuan yang mungkin dapat
diaktifkan dalam pembangunan mencakup alam dan manusianya, serta hasil kerja
manusia itu sendiri. Komponen-komponen potensi desa pada dasarnya meliputi
unsur-unsur sebagai berikut :
1) Alam
2) Lingkungan
hidup manusia
3) Penduduk
4) Usaha-usaha manusia
5) Prasarana-prasarana
yang telah dibuat
Sosial budaya masih merupakan faktor-faktor penyebab
atau sebagai akibat dalam tingkat pertumbuhan suatu desa. Faktor-faktor sosial
budaya manusia tersebut antara lain :
1) Adat istiadat
2) Kelembagaan
3) Pendidikan
4) Swadaya masyarakat
dan gotong royong
Faktor-faktor hasil karya dan sosial budaya manusia
satu sama lain, saling mempengaruhi stage of development desa.
Tujuannya: meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat serta tata lingkungan hidup yang baik di pedesaan dalam rangka
mempercepat tercapainya desa yang baik.
Banyak masalah yang harus dipecahkan, khususnya dalam
rangka pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang tercermin pada
peningkatan pendapatan kelompok-kelompok masyarakat yang mempunyai mata
percaharian.
2.3 Fungsi Masyarakat Pedesaan
Desa
memimiliki beberapa fungsi diantaranya:
- sebagai
Hinter land atau daerah dukung berfungsi sebagai daerah pemberi
bahan makanan pokok
- ditinjau
dari segi ekonomi berfungsi sebagai lumbung bahan mentah (raw Material)
- ditinjau
dari mata pencahariannya, desa dapat merupakan desa agraris, desa
industri, desa nelayan dan lain sebagainya
2.4 Etika dan Budaya Masyarakat Desa
1.
MASYARAKAT DESA DALAM TINJAUAN
SOSIAL BUDAYA
Pengertian
desa menurut kamus Poerwadarminta (1976) adalah:
“sekelompok
rumah di luar kota yang merupakan kesatuan, kampung (di luar kota); dusun;… 2
dusun atau udik (dalam arti daerah pedalaman sebagai lawan dari kota);….”.
Desa menurut kamus tersebut terutama dalam arti fisik. Lain lagi dengan istilah
desa dalam rembug desa, yang berarti fisik, masyarakat dan pemerintahannya.
Istilah lain yang memiliki pengertian hampir sama adalah village.
Menurut The Random House Dictionary (1968), village adalah:
“a small community or group of house in a rural
area usually smaller than a town and sometimes incorporated as a municipality”
Definisi
tersebut mengandung makna bahwa yang dimaksud dengan masyarakat kecil adalah
masyarakat di daerah masyarakat pedesaan. Masyarakat kecil disebut juga rural
community yang diartikan sebagai masyarakat yang anggota-anggotanya
hidup bersama di suatu lokalitas tertentu, yang seorang merasa dirinya bagian
dari kelompok, kehidupan mereka meliputi urusan-urusan yang merupakan
tanggungjawab bersama dan masing-masing merasa terikat pada norma-norma
tertentu yang mereka taati bersama.
2.
KARAKTERISTIK
UMUM MASYARAKAT DESA
Masyarakat
desa selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, yang biasanya
tampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu,
sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa
di Jawa. Namun demikian, dengan adanya perubahan sosial religius dan
perkembangan era informasi dan teknologi, terkadang sebagian karakteristik
tersebut sudah “tidak berlaku”. Berikut ini disampaikan sejumlah karakteristik
masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka, yang bersifat
umum yang selama ini masih sering ditemui. Setidaknya, ini menjadi salah satu
wacana bagi kita yang akan bersama-sama hidup di lingkungan pedesaan.
1.
Sederhana
Sebagian
besar masyarakat desa hidup dalam kesederhanaan. Kesederhanaan ini terjadi
karena dua hal:
- Secara
ekonomi memang tidak mampu
- Secara
budaya memang tidak senang menyombongkan diri.
2.
Mudah curiga
Secara
umum, masyarakat desa akan menaruh curiga pada:
- Hal-hal
baru di luar dirinya yang belum dipahaminya
- Seseorang/sekelompok
yang bagi komunitas mereka dianggap “asing”
3.
Menjunjung
tinggi “unggah-ungguh”
Sebagai “orang Timur”, orang desa sangat menjunjung tinggi
kesopanan atau “unggah-ungguh” apabila:
- Bertemu
dengan tetangga
- Berhadapan
dengan pejabat
- Berhadapan
dengan orang yang lebih tua/dituakan
- Berhadapan
dengan orang yang lebih mampu secara ekonomi
- Berhadapan
dengan orang yang tinggi tingkat pendidikannya
4. Guyub,
kekeluargaan
Sudah
menjadi karakteristik khas bagi masyarakat desa bahwa suasana kekeluargaan dan
persaudaraan telah “mendarah-daging” dalam hati sanubari mereka.
5.
Lugas
“Berbicara
apa adanya”, itulah ciri khas lain yang dimiliki masyarakat desa. Mereka tidak
peduli apakah ucapannya menyakitkan atau tidak bagi orang lain karena memang
mereka tidak berencana untuk menyakiti orang lain. Kejujuran, itulah yang
mereka miliki.
6.
Tertutup dalam hal keuangan
Biasanya
masyarakat desa akan menutup diri manakala ada orang yang bertanya tentang sisi
kemampuan ekonomi keluarga. Apalagi jika orang tersebut belum begitu
dikenalnya. Katakanlah, mahasiswa yang sedang melakukan tugas penelitian survei
pasti akan sulit mendapatkan informasi tentang jumlah pendapatan dan
pengeluaran mereka.
7.
Perasaan “minder” terhadap orang kota
Satu
fenomena yang ditampakkan oleh masayarakat desa, baik secara langsung ataupun
tidak langsung ketika bertemu/bergaul dengan orang kota adalah perasaan
mindernya yang cukup besar. Biasanya mereka cenderung untuk diam/tidak banyak
omong.
8.
Menghargai (“ngajeni”) orang lain
Masyarakat
desa benar-benar memperhitungkan kebaikan orang lain yang pernah diterimanya
sebagai “patokan” untuk membalas budi sebesar-besarnya. Balas
budi ini tidak selalu dalam wujud material tetapi juga dalam bentuk penghargaan
sosial atau dalam bahasa Jawa biasa disebut dengan “ngajeni”.
9.
Jika diberi janji, akan selalu diingat
Bagi
masyarakat desa, janji yang pernah diucapkan seseorang/komunitas tertentu akan
sangat diingat oleh mereka terlebih berkaitan dengan kebutuhan mereka. Hal ini
didasari oleh pengalaman/trauma yang selama ini sering mereka alami, khususnya
terhadap janji-janji terkait dengan program pembangunan di daerahnya.
Sebaliknya bila janji itu tidak ditepati, bagi mereka akan menjadi “luka dalam”
yang begitu membekas di hati dan sulit menghapuskannya. Contoh kecil:
mahasiswa menjanjikan pertemuan di Balai Desa jam 19.00. Dengan tepat waktu,
mereka telah standby namun mahasiswa baru datang jam 20.00. Mereka akan
sangat kecewa dan selalu mengingat pengalaman itu.
10. Suka gotong-royong
Salah
satu ciri khas masyarakat desa yang dimiliki dihampir seluruh kawasan Indonesia
adalah gotong-royong atau kalau dalam masyarakat Jawa lebih dikenal dengan
istilah “sambatan”. Uniknya, tanpa harus dimintai pertolongan,
serta merta mereka akan “nyengkuyung” atau bahu-membahu meringankan
beban tetangganya yang sedang punya “gawe” atau hajatan. Mereka
tidak memperhitungkan kerugian materiil yang dikeluarkan untuk membantu orang
lain. Prinsip mereka: “rugi sathak, bathi sanak”. Yang kurang
lebih artinya: lebih baik kehilangan materi tetapi mendapat keuntungan
bertambah saudara.
11. Demokratis
Sejalan
dengan adanya perubahan struktur organisasi di desa, pengambilan keputusan
terhadap suatu kegiatan pembangunan selalu dilakukan melalui mekanisme
musyawarah untuk mufakat. Dalam hal ini peran BPD (Badan Perwakilan Desa)
sangat penting dalam mengakomodasi pendapat/input dari warga.
12. Religius
Masyarakat
pedesaan dikenal sangat religius. Artinya, dalam keseharian mereka taat
menjalankan ibadah agamanya. Secara kolektif, mereka juga mengaktualisasi diri
ke dalam kegiatan budaya yang bernuansa keagamaan. Misalnya: tahlilan, rajaban,
Jumat Kliwonan, dll.
3. Cara Menyikapi atau Beradaptasi
1. Bersikap “andhap
asor”
Sebagai
“komunitas tamu” yang berasal dari luar komunitas masyarakat desa seyogyanya
kita mengambil posisi yang “merendah” atau minimal “seimbang” sekalipun secara
materi dan intelektualitas lebih tinggi mereka.
2. Bersahabat
Sifat
arogan harus dikikis habis, diganti dengan perilaku yang bersahabat dan “sumedulur”
(bersaudara). Sebagai tamu sudah semestinya tidak bersikap arogan dan
menunjukkan sifat dan perilaku kekotaan.
3.
Menghargai
Sebagai
reaksi atas sikap kekeluargaan dari masyarakat desa, sepantasnya kita juga
menghargai mereka. Sikap menghargai ini dapat diberikan dalam hal:
- Memahami
pola pikir mereka yang berbeda kontra dengan pola pikir kita
- Menerima
pemberian sesuatu sebagai bentuk “tresno” (kasih sayang)
mereka kepada kita.
- Memahami
pola hidup mereka yang jauh berbeda dengan pola hidup kita
- 4.
Sopan santun
Dalam
rangka mengikuti adat/istiadat/kebiasaan yang berlaku di desa maka sudah
selayaknya kita menyesuaikan diri, diantaranya:
- Dalam
hal berpakaian, sebaiknya tidak mengenakan pakaian “ala kota”.
- Dalam
gaya hidup, sebaiknya tidak menunjukkan sikap yang menurut mereka “pamer
materi”. Misalnya: ber-handphone ria ditengah-tengah mereka, ber-walkman
ria sambil berbicara dengan mereka.
- Dalam
hal berbicara, sebaiknya tidak menggunakan kata-kata/kalimat yang hanya
bisa dipahami oleh kalangan mahasiswa. Misalnya: bahasa Inggris/bahasa “ngilmiah”.
5.
Terbuka
Sebagai
reaksi positif atas keterbukaan yang ditunjukkan oleh masyarakat desa maka
seyogyanya kita juga menunjukkan sikap terbuka kepada mereka, misalnya:
- Jika
tuan rumah sudah berbicara apa adanya tentang menu makanan sehari-hari
maka jika kita memang kurang suka sebaiknya “ngomong”. Contoh:
Si A tidak suka makan mie. Sebaiknya ngomong ke tuan rumah
daripada nggerundhel.
- Jika
keluar dari rumah pondokan sebaiknya menjelaskan secara terbuka: mau
kemana, dengan siapa dan kapan pulang. Hal ini penting, karena biasanya
mahasiswa sudah dianggap sebagai anak sendiri.
6.
Membantu tanpa pamrih
Mengacu
pada karakteristik gotong-royong yang dimiliki masyrakat desa, maka sudah
semestinya kita menyesuaikan dan mengikuti kebiasaan itu. Bekerja dan membantu masyarakat
desa tanpa pamrih. Dengan senang hati mengikuti setiap acara tradisional (misal:
kenduri) yang diadakan di desa. Sekalipun tetap memperhitungkan waktu kerja
program COP.
7.
Tepat waktu
Demi
menjaga kepercayaan masyarakat desa, sebaiknya perlu diperhatikan ketepatan
waktu dalam setiap acara peretemuan yang melibatkan orang banyak. Hal ini
sangat penting agar masyarakat desa juga menaruh kepercayaan kepada kita
sehingga sosialisasi program dan keterlanjutan pelaksanaannya dapat terjaga.
8.
Silahturahmi
Sebagai
“tamu asing” sudah menjadi kebiasaan yang lumrah jika kita harus melakukan
silaturahmi (= memperkenalkan diri) kepada warga masyarakat desa agar didalam
melakukan sosialisasi dan pelaksanaan program tidak mengalami hambatan hanya dikarenakan
belum kenal. Silaturahmi ini dapat dilakukan secara formal maupun informal. Misal:
- Ketika
melakukan sosialisasi ketemu warga desa, sebaiknya langsung memperkenalkan
diri (informal)
- Perkenalan
diri secara formal di Balai Desa (formal)
- 9.
“Srawung”
Selama
menjalankan program COP sebaiknya kita tetap menjaga hubungan baik dengan
masyarakat desa sehari-hari. Jangan sekali-kali kita mengucilkan diri dan
seolah membentuk kelompok “eksklusif orang kota”.
10. Gotong-royong
Partisipatif,
ini kata kuncinya ! Dalam menjalankan program kerja jangan sampai meninggalkan
prinsip dasar, yaitu PARTISIPASI MASYARAKAT. Pada dasarnya program dapat
berjalan karena ada partisipasi, baik dari seluruh anggota kelompok maupun
masyarakat setempat. Memunculkan minat berpartisipasi tidaklah mudah, karena
itu dibutuhkan komitmen yang tinggi yang diawali dari diri sendiri.
11. Demokratis
Mencermati
iklim demokrasi yang juga sudah merambah di desa, hendaknya kita bersedia
mengikuti proses yang berlangsung. Karena itu, dalam merencanakan dan
melaksanakan program kita harus melibatkan BPD (Badan Perwakilan Desa). Ini
juga berarti kita menghargai proses demokrasi dalam sebuah “lembaga” yang
namanya desa.
12. Religius
Menyikapi
kenyataan ini, secara psikologis kita tidak perlu khawatir atau bahkan takut
karena justru akan menyulitkan kita untuk bersosialisasi. Sikap
menghargai, itulah yang mesti kita kembangkan ! Kita mesti tahu diri disaat
masyarakat desa sedang menjalankan ibadah agamanya. Karena itu dalam menyusun
suatu kegiatan, pertimbangan faktor “lima waktu” sangat penting untuk
diperhatikan.
B. Masyarakat Perkotaan
a) Pengertian Kota
Seperti
halnya desa, kota juga mempunyai pengertian yang bermacam-macam
seperti
pendapat beberapa ahli berikut ini:
I. Wirth
Kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan
permanen,
dihuni
oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
II.
Max Weber
Kota menurutnya, apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi
sebagian
besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.
III.
Dwigth Sanderson
Kota ialah tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau
lebih. Dari beberapa pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri- ciri
mendasar yang sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau lingkungan
komunitas tertentu dengan tingkatan dalam struktur pemerintahan.
Menurut konsep Sosiologik sebagian Jakarta dapat disebut
Kota, karena memang gaya hidupnya yang cenderung bersifat individualistik.
Marilah sekarang kita meminjam lagi teori Talcott Parsons mengenai tipe
masyarakat kota yang diantaranya mempunyai ciri-ciri:
a.
Netral Afektif
Masyarakat Kota memperlihatkan sifat yang lebih mementingkan
Rasionalitas dan sifat rasional ini erat hubungannya dengan konsep Gesellschaft
atau Association. Mereka tidak mau mencampuradukkan hal-hal yang bersifat
emosional atau yang menyangkut perasaan pada umumnya dengan hal-hal yang
bersifat rasional, itulah sebabnya tipe masyarakat itu disebut netral dalam
perasaannya.
b.
Orientasi Diri
Manusia dengan kekuatannya sendiri harus dapat
mempertahankan dirinya sendiri, pada umumnya dikota tetangga itu bukan orang
yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan kita oleh karena itu setiap orang
di kota terbiasa hidup tanpa menggantungkan diri pada orang lain, mereka
cenderung untuk individualistik.
c.
Universalisme
Berhubungan
dengan semua hal yang berlaku umum, oleh karena itu
pemikiran
rasional merupakan dasar yang sangat penting untuk Universalisme.
d.
Prestasi
Mutu
atau prestasi seseorang akan dapat menyebabkan orang itu diterima
berdasarkan
kepandaian atau keahlian yang dimilikinya.
e.
Heterogenitas
Masyarakat
kota lebih memperlihatkan sifat Heterogen, artinya terdiri dari
lebih
banyak komponen dalam susunan penduduknya.
b) Ciri-ciri masyarakat Perkotaan
Ada
beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat perkotaan, yaitu:
a.
Kehidupan keagamaannya berkurang, kadangkala tidak terlalu dipikirkan
karena
memang kehidupan yang cenderung ke arah keduniaan saja
b.
Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus
berdantung
pada orang lain (Individualisme).
c.
Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan
mempunyai
batas-batas yang nyata.
d.
Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih
banyak
diperoleh warga kota.
e.
Jalan kehidupan yang cepat di kota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu
bagi warga kota, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting, untuk
dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
f.
Perubahan-perubahan tampak nyata di kota-kota, sebab kota-kota
biasanya
terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.
2.2.
Perbedaan antara desa dan kota
Dalam masyarakat modern, sering dibedakan antara masyarakat
pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban community). Menurut
Soekanto (1994), perbedaan tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan
pengertian masyarakat sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun
kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan
masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual.
Kita dapat membedakan antara masyarakat desa dan masyarakat
kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya
sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses
sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan
"berlawanan" pula. Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat
diungkapkan secara singkat menurut Poplin (1972) sebagai berikut:
MASYARAKAT
PEDESAAN
|
MASYARAKAT
PERKOTAAN
|
Perilaku
homogeny
|
Perilaku
heterogen
|
Perilaku
yang dilandasi oleh konsep
kekeluargaan
dan kebersamaan
|
Perilaku
yang dilandasi oleh konsep
pengandalan
diri dan kelembagaan
|
Perilaku
yang berorientasi pada
tradisi
dan status
|
Perilaku
yang berorientasi pada
rasionalitas
dan fungsi
|
Isolasi
sosial, sehingga static
|
Mobilitas
sosial, sehingga dinamik
|
Kesatuan
dan keutuhan cultural
|
Kebauran
dan diversifikasi kultural
|
Banyak
ritual dan nilai-nilai sacral
|
Birokrasi
fungsional dan nilai-nilai
sekular
|
Kolektivisme
|
Individualisme
|
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang
lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat
pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem
kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-
ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan
kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan
penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian,
walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat
gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-
pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja.
Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya
memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka
apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa
di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang
kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.
Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk
untuk membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaan-perbedaan yang
ada mudah-mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu
masyarakat dapat disebut sebagi masyarakat pedeasaan atau masyarakat perkotaan.
Ciri
ciri tersebut antara lain:
a)
Jumlah dan kepadatan pendudu
b)
Lingkungan hidup
c)
Mata pencaharian
d)
Corak kehidupan social
e)
Stratifiksi social
f)
Mobilitas social
g)
Pola interaksi social
h)
Solidaritas social
i)
Kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasiona
2.3.
Hubungan Desa-kota, hubungan pedesaan-perkotaan.
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komonitas
yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar di
antara keduanya terdapat hubungan yang erat. Bersifat ketergantungan, karena di
antara mereka saling membutuhkan. Kota tergantung pada dalam memenuhi kebutuhan
warganya akan bahan pangan seperti beras sayur mayur, daging dan ikan. Desa
juga merupakan sumber tenaga kasar bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota.
Misalnya saja buruh bangunan dalam proyek proyek perumahan. Proyek pembangunan
atau perbaikan jalan raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya
adalah pekerja-pekerja musiman. Pada saat musim tanam, mereka sibuk bekerja di
sawah. Bila pekerjaan dibidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu
masa panen mereka merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang
tersedia.
“Interface”, dapat diartikan adanya kawasan perkotaan yang
tumpang- tindih dengan kawasan perdesaan, nampaknya persoalan tersebut
sederhana, bukankah telah ada alat transportasi, pelayanan kesehatan, fasilitas
pendidikan, pasar, dan rumah makan dan lain sebagainya, yang mempertemukan
kebutuhan serta sifat kedesaan dan kekotaan.
Hubungan kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang
kuat akan menang, karena itu dalam hubungan desa-kota, makin besar suatu kota
makin berpengaruh dan makin menentukan kehidupan perdesaan.
Secara teoristik, kota merubah atau paling mempengaruhi desa
melalui beberapa cara, seperti:
(i) Ekspansi
kota ke desa, atau boleh dibilang perluasan kawasan perkotaan dengan merubah
atau mengambil kawasan perdesaan. Ini terjadi di semua kawasan perkotaan dengan
besaran dan kecepatan yang beraneka ragam
(ii) Invasi kota, pembangunan kota baru seperti misalnya
Batam dan banyak kota baru sekitar Jakarta merubah perdesaan menjadi perkotaan.
Sifat kedesaan lenyap atau hilang dan sepenuhnya diganti dengan perkotaan
(iii) Penetrasi kota ke desa, masuknya produk, prilaku dan
nilai kekotaan ke desa. Proses ini yang sesungguhnya banyak terjadi
(iv) kooperasi kota-desa, pada umumnya berupa pengangkatan
produk yang bersifat kedesaan ke kota. Dari keempat hubungan desa-kota tersebut
kesemuanya diprakarsai pihak dan orang kota. Proses sebaliknya hampir tidak
pernah terjadi, oleh karena itulah berbagai permasalahan dan gagasan yang
dikembangkan pada umumnya dikaitkan dalam kehidupan dunia yang memang akan
mengkota.
Salah
satu bentuk hubungan antara kota dan desa adalah:
1)
Urbanisasi dan Urbanisme
Dengan adanya hubungan Masyarakat Desa dan Kota yang saling
ketergantungan dan saling membutuhkan tersebut maka timbulah masalah baru
yakni; Urbanisasi yaitu suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota
atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya
masyarakat perkotaan. (soekanto,1969:123 ).
2)
Sebab-sebab Urbanisasi
1.
Faktor-faktor yang mendorong penduduk desa untuk meninggalkan daerah
kediamannya (Push factors).
2.4.
Faktor-faktor yang ada dikota yang menarik penduduk desa untuk pindah dan
menetap di kota.
Hal–hal
yang termasuk “Push Factor” antara lain:
a.
Bertambahnya penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan lahan
pertanian.
b.
Terdesaknya kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
c.
Penduduk desa, terutama kaum muda, merasa tertekan oleh oleh adat istiadat
yang
ketat sehingga mengakibatkan suatu cara hidup yang monoton.
d.
Didesa tidak banyak kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
e. Kegagalan panen yang
disebabkan oleh berbagai hal, seperti banjir, serangan hama, kemarau panjang,
dsb. Sehingga memaksa penduduk desa untuk mencari penghidupan lain dikota.
-Hal–hal
yang termasuk “Pull Factor” antara lain:
a.
Penduduk desa kebanyakan beranggapan bahwa di kota banyak pekerjaan dan
lebih mudah untuk mendapatkan penghasilan
b.
Di kota lebih banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan
rumah menjadi industri kerajinan.
c.
Pendidikan terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak di kota dan lebih
mudah didapat.
d.
Kota dianggap mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan
merupakan tempat pergaulan dengan segala macam kultur manusianya.
e. Kota memberi
kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat atau
untuk mengangkat diri dari posisi sosial
yang rendah ( Soekanti, 1969: 124-125 ).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Manusia menjalani kehidupan di dunia ini tidaklah bisa hanya
mengandalkan dirinya sendiri dalam artian butuh bantuan dan pertolongan orang
lain, maka dari itu manusia disebut makhluk sosial, sesuai dengan Firman Allah
SWT yang artinya: “Wahai manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari
seorang
laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (bersosialisasi).(Al-Hujurat :13 ). Oleh karena itu
kehidupan bermasyarakat hendaklah menjadi sebuah pendorong atau sumber kekuatan
untuk mencapai cita- cita kehidupan yang harmonis, baik itu kehidupan di desa
maupun di perkotaan.
Sehubungan dengan itu, barangkali kita berprasangka atau
mengira fenomena-fenomena yang terjadi di atas hanya terjadi di kota saja,
ternyata problem yang tidak jauh beda ada didesa, yang kita sangka adalah
tempat yang aman, tenang dan berakhlak (manusiawi), ternyata telah tersusupi
oleh kehidupan kota yang serba boleh dan bebas itu disatu pihak masalah
urbanisasi menjadi masalah serius bagi kota dan desa, karena masyarakat desa
yang berurbanisasi ke kota menjadi masyarakat marjinal dan bagi desa pengaruh
urbanisasi menjadikan sumber daya manusia yang produktif di desa menjadi
berkurang yang membuat sebuah desa tak maju bahkan cenderung tertinggal.
B.
Saran
Pembangunan Wilayah perkotaan seharusnya berbanding lurus
dengan pengembangan wilayah desa yang berpengaruh besar terhadap pembangunan
kota. Masalah yang terjadi di kota tidak terlepas karena adanya problem masalah
yang terjadi di desa, kurangnya sumber daya manusia yang produktif akibat
urbanisasi menjadi masalah yang pokok untuk diselesaikan dan paradigma yang
sempit bahwa dengan mengadu nasib dikota maka kehidupan menjadi bahagia dan
sejahtera menjadi masalah serius. Problem itu tidak akan menjadi masalah serius
apabila pemerintah lebih fokus terhadap perkembangan dan pembangunan desa
tertinggal dengan membuka lapangan pekerjaan di pedesaan sekaligus mengalirnya
investasi dari kota dan juga menerapkan desentralisasi otonomi daerah yang
memberikan keleluasaan kepada seluruh daerah untuk mengembangkan potensinya
menjadi lebih baik, sehingga kota dan desa saling mendukung dalam segala aspek
kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Mubarok Achmad, DR. MA., Psikologi Dakwah, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1999.
2. Mansyur, M.
Cholil, Drs. Bc. HK.-Sosiologi, Jilid 1 dan II dikeluarkan oleh Bagian Penerbitan Akademik Pajak &
Keuangan Surabaya, juni 1977 – Surabaya
3.
sosiologi
suatu pengantar, soerjono soekanto, tahun 2012 rajawali pers jakarta
4.
Sajogyo
Pudjiwati, sosiologi pedesaan jilid II
5. Mansyur, M.
Cholil, Drs., sosiologi Masyarakat kota dan desa. USAHA NASIONAL, surabaya
6.
Leibo,
Jefta, Drs ; Sosiologi Pedesaan. ANDI OFFSET, Yogyakarta, 1986.